BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Salah
satu gangguan jiwa yang merupakan permasalahan kesehatan di seluruh dunia
adalah skizofrenia. Para pakar kesehatan jiwa menyatakan bahwa semakin modern
dan industrial suatu masyarakat, semakin besar pula stressor psikososialnya,
yang pada gilirannya menyebabkan orang jatuh sakit karena tidak mampu
mengatasinya. Salah satu penyakit itu adalah gangguan jiwa skizofrenia.
Dalam sejarah perkembangan skizofrenia sebagai
gangguan klinis, banyak tokoh psikiatri dan neurologi yang berperan. Mula-mula
Emil Kreaplin (18-1926) menyebutkan gangguan dengan istilah dementia prekok
yaitu suatu istilah yang menekankan proses kognitif yang berbeda dan onset pada
masa awal. Istilah skizofrenia itu sendiri diperkenalkan oleh Eugen Bleuler
(1857-1939), untuk menggambarkan munculnya perpecahan antara pikiran, emmosi
dan perilaku pada pasien yang mengalami gangguan ini. Bleuler mengindentifikasi
symptom dasar dari skizofrenia yang dikenal dengan 4A antara lain : Asosiasi,
Afek, Autisme dan Ambivalensi.
Skizofrenia merupakan
gangguan psikotik yang paling sering, hampir 1% penduduk dunia menderita
psikotik selama hidup mereka di Amerika. Skizofrenia lebih sering terjadi pada
Negara industri terdapat lebih banyak populasi urban dan pada kelompok sosial
ekonomi rendah.
Walaupun insidennya hanya 1 per 1000 orang di Amerika Serikat, skizofrenia
seringkali ditemukan di gawat darurat karena beratnya gejala, ketidakmampuan
untuk merawat diri, hilangnya tilikan dan pemburukan sosial yang bertahap.
Kedatangan diruang gawat darurat atau tempat praktek disebabkan oleh halusinasi
yamg menimbulkan ketegangan yang mungkin dapat mengancam jiwa baik dirinya
maupun orang lain, perilaku kacau, inkoherensi, agitasi dan penelantaran
Diagnosis skizofrenia
lebih banyak ditemukan dikalangan sosial ekonomi rendah. Beberapa pola
interaksi keluarga dan faktor genetik diduga merupakan salah satu faktor
penyebab terjadinya skizofrenia.5 75% penderita skizofrenia mulai
mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia remaja dan dewasa muda memang beresiko
tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stressor. Kondisi penderita sering
terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian
dari tahap penyesuaian diri
Salah satu pembagian
skizofrenia adalah skizofrenia hebefrenik. Skizofrenia hebefrenik disebut juga
disorganized type atau “kacau balau” yang ditandai dengan inkoherensi, affect
datar, perilaku dan tertawa kekanak-kanakan, yang terpecah-pecah, dan perilaku
aneh seperti menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan aneh, mengucap
berulang-ulang dan kecenderungan untuk menarik diri secara ekstrim dari
hubungan sosial (Dadang Hawari, 2001:64-65).
Gangguan jiwa
skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan gawat yang dapat dialami
manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi kronis dan lebih gawat ketika
muncul pada lanjut usia (lansia) karena menyangkut perubahan pada segi fisik,
psikologis dan sosial-budaya. Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya
sekitar 1% dari kelompok lanjut usia (lansia) (Dep.Kes.1992).
B. Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini diantaranya
adalah untuk memberikan gambaran ringkas mengenai Skizofrenia terutama dalam hal gejala klinis,
diagnosis serta penanganan yang tepat pada pasien dan keluarga pasien.
C. Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
penulis serta pembaca mengenai Skizofrenia. Selain itu,
makalah ini juga akan dijadikan untuk memenuhi tugas Keperawatan Dewasa III Semester IV
Stikes Madani Yogyakarta 2013.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Skizofrenia adalah satu istilah
untuk beberapa gangguan yang ditandai dengan kekacauan kepribadian, distorsi
terhadap realitas, ketidakmampuan untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari
(Atkinson dkk, 1992), perasaan dikendalikan olehn kekuatan dari luar dirinya,
waham/delusi, gangguan persepsu (PPDGJ, 1983)
Skizofrenia adalah
suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan
perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas,
serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik
dan sosial budaya (Rusdi Maslim, 1997; 46).
Gangguan skizoprenia ini terdapat pada semua kebudayaan dan mengganggu di
sepanjang sejarah, bahkan pada kebudayaan-kebudayaan yang jauh dari tekanan
modern sekalipun. Umunya gangguan ini muncul pada usia yang sangat muda, dan
memuncak pada usia antara 25-35 tahun. Gangguan yang muncul dapat terjadi
secara lambat atau dating secara tiba-tiba pada penderita yang cenderung suka
menyendiri yang mengalami stress (Atkinson dkk, 1992)
Salah satu pembagian
skizofrenia adalah skizofrenia hebefrenik. Beberapa pendapat yang menyebutkan tentang
pengertian Skizofrenia, antara lain : “Skizofrenia hebefrenik adalah suatu
bentuk Skizofrenia yang ditandai dengan perilaku klien regresi dan primitif,
afek yang tidak sesuai, wajah dungu, tertawa-tawa aneh, meringis dan menarik
diri secara ekstrim”. (Townsend, alih bahasa Helena, 1998:143).
B.
Etiologi
a. Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian
bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-1,8 %, bagi saudara kandung 7-15 %,
bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-68 %,
kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 %. (Maramis, 1998; 215 ).
b. Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada
waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium., tetapi
teori ini tidak dapat dibuktikan.
c. Metabolisme
Teori ini didasarkan karena
penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung extremitas agak
sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita
dengan stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam
pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik.
d. Susunan
saraf pusat
Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon
atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin disebabkan
oleh perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.
e. Teori
Adolf Meyer :
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang
tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas
pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau
penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer
Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga
timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan
diri dari kenyataan (otisme).
f. Teori
Sigmund Freud
Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab
psikogenik ataupun somatik (2) superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga
lagi dan Id yamg berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme dan
(3) kehilangaan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi
psikoanalitik tidak mungkin.
g. Eugen
Bleuler
Penggunaan istilah Skizofrenia
menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya
keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan.
Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer
(gaangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala
sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik
yang lain).
h. Teori
lain
Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh
bermacam-macaam sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah,
maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lues otak, arterosklerosis
otak dan penyakit lain yang belum diketahui.
i.
Ringkasan
Sampai sekarang belum
diketahui dasar penyebab Skizofrenia. Dapat dikatakan bahwa faktor keturunan
mempunyai pengaruh. Faktor yang mempercepat, yang menjadikan manifest atau
faktor pencetus (presipitating factors) seperti penyakit badaniah atau stress
psikologis, biasanya tidak menyebabkan Skizofrenia, walaupun pengaruhnyaa
terhadap suatu penyakit Skizofrenia yang sudah ada tidak dapat disangkal.(
Maramis, 1998;218 ).
C.
Klasifiksi Skizofrenia
Kraepelin membagi Skizofrenia dalam
beberapa jenis berdasarkan gejala utama antara lain :
a. Skizofrenia
Simplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala
utama berupa kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir
sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya
perlahan-lahan.
b. Skizofrenia
Hebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering
timbul pada masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah
gangguan proses berfikir, gangguan kemauaan dan adaanya depersenalisasi atau
double personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism, neologisme atau
perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan halusinaasi banyak sekali.
c. Skizofrenia
Katatonia
Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya
akut serta sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh
gelisah katatonik atau stupor katatonik.
d. Skizofrenia
Paranoid
Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai
dengan waham-waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti
ternyata adanya gangguan proses berfikir, gangguan afek emosi dan kemauan.
e. Episode
Skizofrenia akut
Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien
seperti dalam keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini
timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya
seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus baginya.
f. Skizofrenia
Residual
Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler,
tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah
beberapa kali serangan Skizofrenia.
g. Skizofrenia
Skizo Afektif
Disamping gejala Skizofrenia terdapat
menonjol secara bersamaaan juga gejala-gejal depresi (skizo depresif) atau
gejala mania (psiko-manik). Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa
defek, tetapi mungkin juga timbul serangan lagi.
D.
Tanda dan
Gejala
Perjalanan
penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase
prodromal, fase aktif dan fase residual.
Pada fase
prodromal biasanya timbul gejala gejala non
spesifik yang lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum
onset psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi
pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan
diri. Perubahan perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat
resah keluarga dan teman, mereka akan mengatakan “orang ini tidak seperti yang
dulu”. Semakin lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya.
Pada fase aktif gejala
positif / psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik, inkoherensi,
waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua
individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala
gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau
terus bertahan.
Fase aktif
akan diikuti oleh fase residual dimana gejala
gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi gejala positif / psikotiknya sudah
berkurang. Disamping gejala gejala yang terjadi pada ketiga fase diatas, penderita
skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan,
mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan
sosial).
Pada
Skizofrenia Hebefrenik kita dapat melihat tanda dan gejala yang khas, antara
lain;
- Inkoherensi yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat
dimengerti apa maksudnya.
- Alam perasaan yang datar tanpa ekspresi serta tidak serasi
atau ketolol-tololan.
- Perilaku dan tertawa kekenak-kanakan, senyum yang menunjukkan
rasa puas diri atau senyum yang hanya dihayati sendiri.
- Waham yang tidak jelas dan tidak sistematik tidak
terorganisasi sebagai suatu kesatuan.
- Halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak
terorganisasi sebagai satu kesatuan.
- Gangguan proses berfikir
- Perilaku aneh, misalnya menyeringai sendiri, menunjukkan
gerakan-gerakan aneh, berkelakar, pengucapan kalimat yang diulang-ulang
dan cenderung untuk menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial
(Dadang Hawari, 2001 :640).
Gejala-gejala pencetus
respon biologis :
1. Kesehatan
: nutrisi kurang, kurang tidur, ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan,
infeksi, obat-obatan sistem saraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk
menjangkau layanan kesehatan.
2. Lingkungan
: lingkungan yang memusuhi, masalah rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup,
perubahan kebiasaan hidup, pola aktivitas sehari-hari, kesukaran berhubungan
dengan orang lain, isolasi sosial, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja,
stigmasisasi, kemiskinan, kurangnya alat transportasi dan ketidakmampuan
mendapatkan pekerjaan.
3. Sikap/perilaku
: merasa tidak mampu, putus asa, merasa gagal, kehilangan kendali
diri(demoralisasi), merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala tersebut,
merasa malang, bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun
kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku agresif, perilaku
kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan dan ketidakadekuatan penanganan gejala.
Beberapa tanda dang gejala yang paling
sering ditemukan pada pasien-pasien Skizofrenia Hebefrenik adalah :
1. Waham;
yaitu suatu keyakinan yang salah yang tidak sesuai dengan latar belakang sosial
budaya serta pendidikan pasien, namun dipertahankan oleh pasien dan tidak dapat
ditangguhkan.
2. Halusinasi;
gangguan persepsi ini membuat pasien skizofrenia dapat melihat sesuatu atau
mendengar suara yang tidak ada sumbernya. Halusinasi yang sering terdapat pada
pasien adalah halusinasi auditorik (pendengaran). Terkadang juga terdapat
halusinasi penglihatan dan halusinasi perabaan.
3. Siar
pikiran, yaitu pasien merasa bahwa pikirannya dapat disiarkan melalui alat-alat
bantu elektronik atau merasa pikirannya dapat dibaca oleh orang lain. Terkadang
pasien dapat mengatakan bahwa dirinya dapat berbincang-bincang dengan penyiar
televisi maupun radio. Beberapa pasien juga mengatakan pikirannya dimasuki oleh
pikiran atau kekuatan lain atau ditarik/diambil oleh kekuatan lain.
E.
Psikofisiologi
1.
Tahapan halusinasi dan
delusi yang biasa menyertai gangguan jiwa.
a.
Tahap Comforting
Timbul kecemasan ringan
disertai gejala kesepian, perasaan berdosa, klien biasanya mengkompensasikan
stresornya dengan koping imajinasi sehingga merasa senang dan terhindar dari
ancaman.
b.
Tahap Condeming
Timbul kecemasan
moderat, cemas biasanya makin meninggi selanjutnya klien merasa mendengarkan
sesuatu, klien merasa takut apabila orang lain ikut mendengarkan apa-apa yang
ia rasakan sehingga timbul perilaku menarik diri ( with drawl ).
c.
Tahap Controling
Timbul kecemasan berat,
klien berusaha memerangi suara yang timbul tetapi suara tersebut terus menerus
mengikuti, sehingga menyebabkan klien susah berhubungan dengan orang lain.
Apabila suara tersebut hilang klien merasa sangat kesepian atau sedih.
d.
Tahap Conquering
Klien merasa panik,
suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak diikuti perilaku klien dapat
bersifat merusak atau dapat timbul perilaku suicide.
2.
Waham
Kelompok ini ditandai
secara khas oleh berkembangnya waham yg umumnya menetap dan kadang-kadang
bertahan seumur hidup. Waham dapat berupa waham kejaran, hipokondrik,
kebesaran, cemburu, tubuhnya dibentuk secara abnormal,merasa dirinya bau dan
homoseks. Tidak dijumpai Gangguan lain, hanya depresi bisa terjadi secara
intermitten. Onset biasanya pada usia pertengahan, tetapi kadang-kadang yg
berkaitan dgn bentuk tubuh yang salah dijumpai pada usia muda. Isi waham dan
waktu timbulnya sering dihubungkan dengan situasi kehidupan individu, misalnya
waham kejaran pada kelompok minoritas. Terlepas dari perbuatan dan sikapnya
yang berhubungan dengan wahamnya, afek dan pembicaraan dan perilaku orang
tersebut adalah normal.Waham ini minimal telah menetap selama 3 bulan.
F.
Diagnosis
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia ; Diagnosis
hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa
muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan
senang menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan
diagnosis. Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya
diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan
bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan : Perilaku
yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme; ada
kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan
hampa tujuan dan hampa perasaan;
Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar
(inappropriate), sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas
diri (self-satisfied), senyum sendirir (self-absorbed smiling), atau oleh
sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme,
mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan ungkapan
kata yang diulang-ulang (reiterated phrases);
Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak
menentu (rambling) serta inkoheren. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan
proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya
tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations).
Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta
sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas,
yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose).
Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama,
filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan
pikiran pasien. Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia
tipe terdisorganisasi.
G.
Penatalaksanaan
- Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut
antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan
pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa
jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik
yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun
yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efektif untuk mengobati
Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu
: antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril
(Clozapine).
a. Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik
konvensional.Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering
menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain :
1. Haldol (haloperidol) 5.
Stelazine ( trifluoperazine)
2. Mellaril (thioridazine) 6.
Thorazine ( chlorpromazine)
3. Navane (thiothixene) 7. Trilafon
(perphenazine)
4. Prolixin (fluphenazine)
----Akibat
berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional, banyak
ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic.
----Ada 2
pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama, pada
pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan
antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan
untuk meneruskan pemakaian antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien
mengalami kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat
diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan interval 2-4
minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation,
obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara
perlahan-lahan. Sistem depot formulation ini tidak dapat
digunakan pada newer atypic antipsycotic.
b. Newer Atypcal Antipsycotic
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip
kerjanya berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan
dengan antipsikotik konvensional.
Beberapa contoh newer
atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
· Risperdal (risperidone)
· Seroquel (quetiapine)
· Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani
pasien-pasien dengan Skizofrenia.
c. Clozaril
----Clozaril
mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang pertama. Clozaril
dapat membantu ± 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan
antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping
yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%),
Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan
infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar
sel darah putihnya secara reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan Clozaril
bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.
Cara penggunaan
·
Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis)
yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.
·
Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis
yang dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis
ekivalen.
·
Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis
dalam dosis yang
·
sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan
obat psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis
ekivalennya dimana profil efek samping belum tentu sama.
·
Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis
obat antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan
baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang
·
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
ü Onset efek primer
(efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
ü Onset efek sekunder
(efek samping) : sekitar 2-6 jam
ü Waktu paruh 12-24 jam
(pemberian 1-2 kali perhari)
ü Dosis pagi dan malam dapat
berbeda untuk mengurangi dampak efek samping (dosis pagi kecil, dosis malam
lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas hidup pasien
·
Mulai dosis awal dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari sampai mencapai dosis efektif (mulai peredaan
sindroma psikosis) dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan dosis
optimal dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) diturunkan setiap 2
minggu dosis maintanance dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug
holiday 1-2 hari/minggu) tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) stop
·
Untuk pasien dengan serangan sindroma psikosis multi episode terapi
pemeliharaan dapat diberikan palong sedikit selama 5 tahun.
·
Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari
setelah dosis terakhir yang masih mempunyai efek klinis.
·
Pada umumnya pemberian obat psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan
sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis
reaktif singkat penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam
kurun waktu 2 minggu - 2bulan.
·
Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun
diberikan dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi ketergantungan obat
kecil sekali.
·
Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic rebound
yaitu: gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain.
Keadaan ini akan mereda dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas
atrofin 0,25 mg IM dan tablet trihexypenidil 3x2 mg/hari)
·
Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien yang
tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap
medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan pertama
baru ditingkatkan menjadi 1 cc setap bulan. Pambarian anti psikosis long acting
hanya untuk terapi stabilisasi danpemeliharaan terhadap kasus skizofrenia.
·
Penggunaan CPZ (Chlorpromazine) injeksi sering menimbulkan hipotensi
ortostatik pada waktu peubahan posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade).
Tindakan mengatasinya dengan injeksi noradrenalin (effortil IM)
----
Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama
Newer atypical antipsycoic merupakan terapi pilihan untuk penderita
Skizofrenia episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan
resiko untuk terkena tardive dyskinesia lebih rendah.
Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai
bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan
obat lain, para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2
kali lebih lama pada Clozaril)
Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)
Biasanya timbul bila penderita berhenti minum obat, untuk itu, sangat
penting untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat.
Terkadang penderita berhenti minum obat karena efek samping yang ditimbulkan
oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat menurunkan dosis
menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti dengan obat lain yang efek
sampingnya lebih rendah.
-Apabila
penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat mengganti obat
oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4
minggu. Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya.
Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai
anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan yang lain, misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti
dengan newer atipycal antipsycotic atau newer
atipycal antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya.
Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan
obat-obatan diatas gagal.
Pengobatan Selama fase Penyembuhan
Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah
sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang berhenti minum obat
setelah episode petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan
pasien-pasien Skizofrenia episode pertama tetap mendapat obat antipskotik
selama 12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan dosisnya. Pasien yang menderita
Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh total pada episode
pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu diingat, bahwa penghentian
pengobatan merupakan penyebab tersering kekambuhan dan makin beratnya penyakit.
Efek Samping Obat-obat Antipsikotik
Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama,
sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin
masalah terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik
konvensional gangguan (kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek
samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih lambat
dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus bergerak (berjalan) setiap
waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang dapat
timbul adalah tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan
obat antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik
untuk mencegah atau mengobati efek samping ini.
Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana
terjadi pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue,
dan facial grimace. Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat
dikurangi dengan menggunakan dosis efektif terendah dari obat antipsikotik.
Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional mengalami tardive
dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti antipsikotik konvensional dengan
antipsikotik atipikal.
Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual,
sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan
tersebut. Untuk mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif
terendah atau mengganti dengan newer atypical antipsycotic yang efek
sampingnya lebih sedikit.
Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang
memakan obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan
antipsikotik atipikal. Diet dan olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini.
Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant
syndrome, dimana timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga
dapat menimbulkan komplikasi berupa demam, penyakit-penyakit lain.
Gejala-gejala ini membutuhkan penanganan yang segera.
- Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial
untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan
praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan
pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti
hak istimewa dan pas jalan di rumah sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku
maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di
masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.
b. Terapi berorintasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan
dalam keadaan remisi parsial, dimana pasien skizofrenia kembali seringkali
mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap
hari). Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam
terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya.
Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak
saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu
cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan
tentang sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya.-Ahli terapi harus membantu keluarga
dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati.
Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam
menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah
dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10
% dengan terapi keluarga.
c. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah,
dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara
perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi
kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan,
dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin
dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling
membantu bagi pasien skizofrenia.
d. Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam
pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi akan membantu dan
menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi
bagi pasien skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan terapetik yang
dialami pasien. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli
terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli
terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien.
----Hubungan
antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam pengobatan
pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan, pasien
skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan
dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika seseorang
mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana,
kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih
disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama yang
merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah
tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan,
manipulasi, atau eksploitasi.
- Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
Indikasi utama perawatan
rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan medikasi, keamanan
pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat kacau
termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.
\Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan
adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat.
Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada perawatan rumah sakit harus
direncanakan. Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga
pasien tentang skizofrenia.
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien
dan membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah
sakit tergantung dari keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas
pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki
orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup,
pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk
mengikat pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan keluarga
pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.
H.
Prognosis
Prognosis
untuk skizofrenia hebefrenik sama dengan skizofrenia tipe lainnya, prognosisnya
pada umumnya kurang begitu
menggembirakan. Sekitar 25% pasien dapat kembali pulih dari episode awal dan
fungsinya dapat kembali pada tingkat prodromal (sebelum munculnya gangguan
tersebut). Sekitar 25% tidak akan pernah pulih dan perjalanan penyakitnya
cenderung memburuk. Sekitar 50% berada diantaranya, ditandai dengan kekambuhan
periodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali untuk waktu yang
singkat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis
skizofrenia
1. Keluarga
Pasien membutuhkan perhatian dari masyarakat,
terutama dari keluarganya. jangan membeda-bedakan antara orang yang mengalami
Skizofrenia dengan orang yang normal, karena orang yang mengalami gangguan
Skizofrenia mudah tersinggung.
2. Inteligensi
Pada umumnya pasien Skizofrenia yang mempunyai
Inteligensi yang tinggi akan lebih mudah sembuh dibandingkan dengan orang yang
inteligensinya rendah.
3. Pengobatan
Obat memiliki dua kekurangan utama. Pertama hanya
sebagian kecil pasien (kemungkinan 25%) cukup tertolong untuk mendapatkan
kembali jumlah fungsi mental yang cukup normal. Kedua antagonis reseptor
dopamine disertai dengan efek merugikan yang mengganggu dan serius. Namun
pasien skkizofrenia perlu di beri obat Risperidone serta Clozapine.
4. Reaksi
Pengobatan
Dalam proses penyembuhan skizofrenia,
orang yang bereaksi terhadap obat lebih bagus perkembangan kesembuhan daripada
orang yang tidak bereaksi terhadap pemberian obat.
5. Stressor
Psikososial
Apabila stressor dari skizofrenia ini
berasal dari luar, maka akan mempunayi dampak yang positif, karena tekanan dari
luar diri individu dapat diminimalisir atau dihilangkan. Begitu pula sebaliknya
apabila stressor datangnya dari luar individu dan bertubi-tubi atau tidak dapat
diminimalisir maka prosgnosisnya adalah negatif atau akan bertambah parah.
6.
Kekambuhan
penderita skizofrenia yang sering kambuh prognosisnya
lebih buruk.
7. Gangguan
Kepribadian
Prognosis untuk orang yang mempunyai
gangguan kepribadian akan sulit disembuhkan. Besar kecilnya pengalaman akan
memiliki peran yang sangat besar terhadap kesembuhan.
8. Onset
Jenis onset yang mengarah ke prognosis yang baik
berupa onset yang lambat dan akut, sedangkan onset yang tidak jelas memiliki
prognosis yang lebih baik.
9. Proporsi
Orang yang mempunyai bentuk tubuh normal
(proporsional) mempunyai prognosis yang lebih baik dari pada penderita yang
bentuk tubuhnya tidak proporsional.
10. Perjalanan
penyakit
Pada penderita skizofrenia yang masih
dalam fase prodromal prognosisnya lebih baik dari pada orang yang sudah pada
fase aktif dan fase residual.
11. Kesadaran
Kesadaran orang yang mengalami gangguan
skizofrenia adalah jernih. Hal inilah yang menunjukkan prognosisnya baik
nantinya.
Prognosis Baik
|
Prognosis Buruk
|
· Onset lambat
· Faktor pencetus yang jelas
· Onset akut
· Riwayat sosial, seksual dan pekerjaan
premorbid yang baik
·
Gejala gangguan mood (terutama gangguan
depresif)
·
Menikah
·
Riwayat keluarga gangguan mood
·
Sistem pendukung yang baik
·
Gejala positif
|
· Onset muda
· Tidak ada factor pencetus
· Onset tidak jelas
· Riwayat social dan pekerjaan
premorbid yang buruk
· Prilaku menarik diri atau autistic
· Tidak menikah, bercerai atau janda/ duda
· Sistem pendukung yang buruk
· Gejala negatif
· Tanda dan gejala neurologist
· Riwayat trauma perinatal
· Tidak ada remisi dalam 3 tahun
·
Banyak relaps
·
Riwayat penyerangan
|
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Salah satu pembagian
skizofrenia adalah skizofrenia hebefrenik. Beberapa pendapat yang menyebutkan
tentang pengertian Skizofrenia, antara lain :
“Skizofrenia hebefrenik adalah suatu
bentuk Skizofrenia yang ditandai dengan perilaku klien regresi dan primitif,
afek yang tidak sesuai, wajah dungu, tertawa-tawa aneh, meringis dan menarik
diri secara ekstrim”. (Townsend, alih bahasa Helena, 1998:143).
Skizofrenia hebefrenik
adalah suatu bentuk skizofrenia dengan perubahan afektif yang tampak jelas dan
secara umum juga dijumpai waham dan halusinasi yang bersifat mengambang serta
terputus-putus (fragmentary), perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak
dapat diramalkan, serta umumnya maneurisme (Depkes RI, 1993:111-112).
Skizofrenia hebefrenik disebut juga disorganized type atau “kacau balau” yang
ditandai dengan inkoherensi, affect datar, perilaku dan tertawa
kekanak-kanakan, yang terpecah-pecah, dan perilaku aneh seperti menyeringai
sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan aneh, mengucap berulang-ulang dan
kecenderungan untuk menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial (Dadang
Hawari, 2001:64-65).
Skizofrenia hebefrenik
adalah suatu bentuk skizofrenia dengan perubahan prilaku yang tidak bertanggung
jawab dan tak dapat diramalkan,ada kecenderungan untuk selalu menyendiri, dan
prilaku menunjukkan hampa prilaku dan hampa perasaan, senang menyendiri,dan
ungkapan kata yang di ulang – ulang, proses pikir mengalami disorganisasi dan
pembicaraan tak menentu serta adanya penurunan perawatan diri pada individu. (
Rusdi Maslim,Dr.PPDGJ- III 2001: 48)
Dari ketiga pengertian
diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa Skizofrenia hebefrenik atau
Skizofrenia disorganized adalah suatu gangguan yang yang ditandai dengan
regresi dan primitif, afek yang tidak sesuai, serta menarik diri secara ekstrim
dari hubungan sosial. Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang
berat dan gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut
menjadi kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena
menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis dan sosial-budaya. Skizofrenia
pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari kelompok lanjut usia (lansia)
(Dep.Kes.1992).
B.
Saran
1. Diharapkan
para tenaga kesehatan baik yang di bidang pendidikan
maupun dilapangan
secara langsung mampu melakukan dan menerapkan proses
keperawatan pada klien skizofrenia
sesuai dengan disiplin ilmu teori maupun praktik klinik secara komprehensif dan
berdasarkan evidence base
2. Diharapkan
para tenaga kesehatan dimanapun dan kapanpun selalu bisa menjalian komunikasi
dan koordinasi yang baik dengan klien, keluarga dan tim medis lainnya demi
tercapainya asuhan keperawatan yang berkualitas dan dapat
dipertanggungjawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
Kaplan, HI, Sadock BJ, Greb JA,
Skizofrenia, dalam : Sinopsis Psikiatri, ed 7, vol 1, Binarupa aksara, 1997
Maslim, Rusdi dr. Buku Saku Diagnosis Gangguan
Jiwa Rujukan Ringkasan dari PPDGJ III Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atmajaya, Jakarta, 2001.
Skizofrenia
dan gangguan psikotik lainnya. Diunduh dari http//www.idijakbar.com/prosiding/skizofrenia.htm tanggal 16
November 2010
0 komentar:
Posting Komentar