No Dx
|
NOC
|
NIC
|
1
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1/4 jam, pasien dengan reesiko infeksi diharapkan dapat
teratasi dengan criteria hasil
IMMUNE
STATUS
v Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
v Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
v Jumlah
leukosit dalam batas normal
v Menunjukkan
perilaku hidup sehat
v Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam
batas normal
|
v Pertahankan
teknik aseptif
v Batasi pengunjung
bila perlu
v Cuci tangan
setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
v Gunakan baju,
sarung tangan sebagai alat pelindung
v Ganti letak IV
perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
v Gunakan kateter
intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
v Tingkatkan intake
nutrisi
v Berikan terapi
antibiotik: .....
v Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik dan lokal
v Inspeksi kulit
dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
v Monitor adanya
luka
v Dorong masukan
cairan
v Dorong istirahat
v Ajarkan pasien
dan keluarga tanda dan gejala infeksi
v Kaji suhu badan
pada pasien neutropenia setiap 10 menit
|
2
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam, pasien dengan nyeri akut diharapkan dapat
teratasi dengan criteria haasil :
PAIN
LEVEL : 2102
v (210201)
Melaporkan nyeri berkurang dari skala 4 menjadi 2
v (210202) Ekspresi wajah rilek tidak gelisah
v (210203)
Tidak ada kehilangan selera makan
v (210204)
Posisi proteksi terhadap nyeri tidak ada
|
Pain
Menagement : 1400
v Kaji
lokasi, karakteristik dan kualitas nyeri
v Observasi
tanda non verbal terhadap ketidaknyaman
v Bantu
keluarga memberikan support
v Dorong
klien untuk mendiskusikan pengalaman nyeri
v Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian obat analgetik
v Kontrol
factor lingkungan terhadap ketidaknyaman
v Berikan
informasi tentang penyebab dan antisipasi nyeri
v Ajarkan
penggunaan tahnik non farmakologi (relaksasi/distraksi)
v Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian obat analgetik / OAINS
|
3
|
Setelah
di lakukuan tindakan keperawatan 3x 24 jam pada pasien dengan perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat mulai teratasi dengan kriteria
hasil:
Nutritional Status (status nutrisi):
-
Intake nutrisi meningkat sesuai dengan diit
-
Intake makanan dan cairan meningkat sesuai dengan diet
-
Menunjukkan perubahan prilaku/pola hidup
untuk menigkatkan/ mempertahakan BB.
|
Nutrition
Management
-
Catat status nutrisi pasien pada penerimaan,
catat turgor kulit, BB, intergritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat
mual/muntah/diare.
-
Pastikan pola diet biasa pasien
-
Awasi masukan dan pengeluaran nutrisi dan BAB
secara periodik
-
Selidiki adanya anoreksia
|
Minggu, 30 Maret 2014
Posted by Unknown
No comments | 19.38
A.
DEFINISI
Batu perkemihan
dapat timbul pada berbagai tingkat dari sistem perkemihan (ginjal, ureter,
kandung kemih), tetapi yang paling sering ditemukan ada di dalam ginjal (Long,
1996:322).
Vesikolitiasis
merupakan batu yang menghalangi aliran air kemih akibat penutupan leher kandung
kemih, maka aliran yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan berhenti dan
menetes disertai dengan rasa nyeri ( Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, 1998:1027).
Pernyataan lain
menyebutkan bahwa vesikolitiasis adalah batu kandung kemih yang merupakan
keadaan tidak normal di kandung kemih, batu ini mengandung komponen kristal dan
matriks organik (Sjabani dalam Soeparman, 2001:377).
Vesikolitiasis adalah
batu yang ada di vesika urinaria ketika terdapat defisiensi substansi tertentu,
seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat atau ketika
terdapat defisiensi subtansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal
mencegah terjadinya kristalisasi dalam urin (Smeltzer,
2002:1460).
B.
ETIOLOGI
Menurut Smeltzer
(2002:1460) bahwa, batu kandung kemih disebabkan infeksi, statis urin dan
periode imobilitas (drainage renal yang lambat dan perubahan metabolisme
kalsium).
Faktor- faktor yang mempengaruhi menurut
Soeparman (2001:378) batu kandung kemih (Vesikolitiasis) adalah
1. Hiperkalsiuria
Suatu peningkatan kadar kalsium
dalam urin, disebabkan karena, hiperkalsiuria idiopatik (meliputi
hiperkalsiuria disebabkan masukan tinggi natrium, kalsium dan protein),
hiperparatiroidisme primer, sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D atau kelebihan
kalsium.
2. Hipositraturia
Suatu penurunan ekskresi inhibitor
pembentukan kristal dalam air kemih, khususnya sitrat, disebabkan idiopatik,
asidosis tubulus ginjal tipe I (lengkap atau tidak lengkap), minum
Asetazolamid, dan diare dan masukan protein tinggi.
3. Hiperurikosuria
Peningkatan kadar asam urat dalam air
kemih yang dapat memacu pembentukan batu kalsium karena masukan diet purin yang
berlebih.
4. Penurunan
jumlah air kemih : dikarenakan masukan cairan yang sedikit.
5. Jenis cairan yang diminum : minuman yang
banyak mengandung soda seperti soft drink, jus apel dan jus anggur.
6. Hiperoksalouria
Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal
(45 mg/hari), kejadian ini disebabkan oleh diet rendah kalsium, peningkatan
absorbsi kalsium intestinal, dan penyakit usus kecil atau akibat reseksi
pembedahan yang mengganggu absorbsi garam empedu.
7. Ginjal
Spongiosa Medula
Disebabkan karena volume air kemih
sedikit, batu kalsium idiopatik (tidak dijumpai predisposisi metabolik).
8. Batu
Asan Urat
Batu asam urat banyak disebabkan karena
pH air kemih rendah, dan hiperurikosuria (primer dan sekunder).
9. Batu
Struvit
Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi
saluran kemih dengan organisme yang memproduksi urease.
Kandungan batu kemih kebayakan terdiri dari :
1. 75 % kalsium.
2. 15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium
Fosfat).
3. 6 % batu asam urat.
4. 1-2 % sistin (cystine).
C.
PATHOFISIOLOGI
Proses pembentukan batu
ginjal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang kemudian dijadikan dalam beberapa
teori (Soeparman, 2001:388):
1. Teori
Supersaturasi
Tingkat
kejenuhan komponen-komponen pembentuk batu ginjal mendukung terjadinya
kristalisasi. Kristal yang banyak menetap menyebabkan terjadinya agregasi
kristal dan kemudian menjadi batu.
2. Teori
Matriks
Matriks
merupakan mikroprotein yang terdiri dari 65 % protein, 10 % hexose, 3-5
hexosamin dan 10 % air. Adanya matriks menyebabkan penempelan kristal-kristal
sehingga menjadi batu.
3. Teori
Kurangnya Inhibitor
Pada individu normal kalsium dan
fosfor hadir dalam jumlah yang melampaui daya kelarutan, sehingga membutuhkan
zat penghambat pengendapan. fosfat mukopolisakarida dan fosfat merupakan
penghambat pembentukan kristal. Bila terjadi kekurangan zat ini maka akan mudah
terjadi pengendapan.
4. Teori
Epistaxy
5. Merupakan
pembentuk batu oleh beberapa zat secara bersama-sama. Salah satu jenis batu
merupakan inti dari batu yang lain yang merupakan pembentuk pada lapisan
luarnya. Contoh ekskresi asam urat yang berlebih dalam urin akan mendukung
pembentukan batu kalsium dengan bahan urat sebagai inti pengendapan kalsium.
6. Teori
Kombinasi
Batu terbentuk karena kombinasi dari
bermacam-macam teori diatas.
Batu yang terjebak di
kandung kemih biasanya menyebabkan iritasi dan berhubungan dengan infeksi
traktus urinarius dan hematuria, jika terjadi obstruksi pada leher kandung
kemih menyebabkan retensi urin atau bisa menyebabkan sepsis, kondisi ini lebih
serius yang dapat mengancam kehidupan pasien, dapat pula kita lihat tanda
seperti mual muntah, gelisah, nyeri dan perut kembung (Smeltzer, 2002:1461).
Jika sudah terjadi
komplikasi seperti seperti hidronefrosis maka gejalanya tergantung pada
penyebab penyumbatan, lokasi, dan lamanya penyumbatan. Jika penyumbatan timbul
dengan cepat (Hidronefrosis akut) biasanya akan menyebabkan koliks ginjal
(nyeri yang luar biasa di daerah antara rusuk dan tulang punggung) pada sisi
ginjal yang terkena. Jika penyumbatan berkembang secara perlahan (Hidronefrosis
kronis), biasanya tidak menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di daerah antara
tulang rusuk dan tulang punggung.
Selain tanda diatas, tanda hidronefrosis yang lain
menurut Samsuridjal adalah:
1. Hematuri.
2. Sering ditemukan infeksi disaluran kemih.
3. Demam.
4. Rasa nyeri di daerah kandung kemih dan ginjal.
5. Mual.
6. Muntah.
7. Nyeri abdomen.
8. Disuria.
9. Menggigil.
F.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Pemeriksaan penunjangnya dilakukan
di laboratorium yang meliputi pemeriksaan:
1. Urine
a. pH
lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting, organisme dapat
berbentuk batu magnesium amonium phosphat, pH yang rendah menyebabkan
pengendapan batu asam urat.
b. Sedimen
: sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada penderita dengan batu, bila
terjadi infeksi maka sel darah putih akan meningkat.
c. Biakan
Urin : Untuk mengetahui adanya bakteri yang berkontribusi dalam proses
pembentukan batu saluran kemih.
d. Ekskresi
kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam untuk melihat apakah terjadi
hiperekskresi.
2. Darah
a. Hb
akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis.
b. Lekosit
terjadi karena infeksi.
c. Ureum
kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.
d. Kalsium,
fosfat dan asam urat.
3. Radiologis
a. Foto
BNO/IVP untuk melihat posisi batu, besar batu, apakah terjadi bendungan atau
tidak.
b. Pada
gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada keadaan ini dapat
dilakukan retrogad pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad pielografi tidak
memberikan informasi yang memadai.
4. USG
(Ultra Sono Grafi)
Untuk mengetahui sejauh mana
terjadi kerusakan pada jaringan ginjal.
5. Riwayat
Keluarga
Untuk mengetahui apakah ada anggota
keluarga yang menderita batu saluran kemih, jika ada untuk mengetahui
pencegahan, pengobatan yang telah dilakukan, cara mengambilan batu, dan analisa
jenis batu.
G.
PENGOBATAN
Menurut
Soeparman ( 2001:383) pengobatan dapat dilakukan dengan :
1. Mengatasi
SimPtom
Ajarkan dengan tirah baring dan
cari penyebab utama dari vesikolitiasis, berikan spasme analgetik atau
inhibitor sintesis prostaglandin, bila terjadi koliks ginjal dan tidak di
kontra indikasikan pasang kateter.
2. Pengambilan
Batu
a. Batu
dapat keluar sendiri : batu tidak diharapkan keluar dengan spontan jika
ukurannya melebihi 6 mm.
b. Vesikolithotomi.
c. Pengangkatan
Batu
1) Lithotripsi
gelombang kejut ekstrakorporeal
Prosedur
non invasif yang digunakan untuk menghancurkan batu. Litotriptor adalah alat
yang digunakan untuk memecahkan batu tersebut, tetapi alat ini hanya dapat
memecahkan batu dalam batas ukuran 3 cm ke bawah. Bila batu di atas ukuran ini
dapat ditangani dengan gelombang kejut atau sistolitotomi melalui sayatan
prannenstiel. Setelah batu itu pecah menjadi bagian yang terkecil seperti
pasir, sisa batu tersebut dikeluarkan secara spontan.
2) Metode
endourologi pengangkatan batu
Bidang
endourologi mengabungkan ketrampilan ahli radiologi mengangkat batu renal tanpa
pembedahan mayor. Batu diangkat dengan forseps atau jarring, tergantung dari
ukurannya. Selain itu alat ultrasound dapat dimasukkan ke selang nefrostomi
disertai gelombang ultrasonik untuk menghancurkan batu.
3) Ureteroskopi
Ureteroskopi
mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan alat ureteroskop
melalui sistoskop. Batu dapat dihancurkan dengan menggunakan laser, litotrips
elektrohidraulik, atau ultrasound kemudian diangkat.
d. Pencegahan
(batu kalsium kronik-kalsium oksalat)
1) Menurunkan
konsentrasi reaktan (kalsium dan oksalat)
2) Meningkatkan
konsentrasi inhibitor pembentuk batu yaitu sitrat (kalium sitrat 20 mEq tiap
malam hari, minum jeruk nipis atau lemon malam hari), dan bila batu tunggal
dengan meningkatkan masukan cairan dan pemeriksaan berkala pembentukan batu
baru.
3) Pengaturan
diet dengan meningkatkan masukan cairan, hindari masukan soft drinks, kurangi
masukan protein (sebesar 1 g/Kg BB /hari), membatasi masukan natrium, diet
rendah natrium (80-100 meq/hari), dan masukan kalsium.
4) Pemberian
obat Untuk mencegah presipitasi batu baru kalsium oksalat, disesuaikan kelainan
metabolik yang ada.
H.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang disebabkan dari
Vesikolithotomi (Perry dan Potter, 2002:1842) adalah sebagai berikut:
a. Sistem
Pernafasan
Atelektasis
bida terjadi jika ekspansi paru yang tidak adekuat karena pengaruh analgetik,
anestesi, dan posisi yang dimobilisasi yang menyebabkan ekspansi tidak
maksimal. Penumpukan sekret dapat menyebabkan pnemunia, hipoksia terjadi karena
tekanan oleh agens analgetik dan anestesi serta bisa terjadi emboli pulmonal.
b. Sistem
Sirkulasi
Dalam
sistem peredaran darah bisa menyebabkan perdarahan karena lepasnya jahitan atau
lepasnya bekuan darah pada tempat insisi yang bisa menyebabkan syok
hipovolemik. Statis vena yang terjadi karena duduk atau imobilisasi yang
terlalu lama bisa terjadi tromboflebitis, statis vena juga bisa menyebabkan
trombus atau karena trauma pembuluh darah.
c. Sistem
Gastrointestinal
Akibat
efek anestesi dapat menyebabkan peristaltik usus menurun sehingga bisa terjadi
distensi abdomen dengan tanda dan gejala meningkatnya lingkar perut dan
terdengar bunyi timpani saat diperkusi. Mual dan muntah serta konstipasi bisa
terjadi karena belum normalnya peristaltik usus.
d. Sistem
Genitourinaria
Akibat
pengaruh anestesi bisa menyebabkan aliran urin involunter karena hilangnya
tonus otot.
e. Sistem
Integumen
Perawatan
yang tidak memperhatikan kesterilan dapat menyebabkan infeksi, buruknya fase
penyembuhan luka dapat menyebabkan dehisens luka dengan tanda dan gejala
meningkatnya drainase dan penampakan jaringan yang ada dibawahnya. Eviserasi
luka/kelurnya organ dan jaringan internal melalui insisi bisa terjadi jika ada
dehisens luka serta bisa terjadi pula surgical mump (parotitis).
f. Sistem
Saraf
Bisa
menimbulkan nyeri yang tidak dapat diatasi.
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
Dalam
melakukan pengkajian pada vesikolithiasis yaitu :
1. Data
biologis meliputi :
a. Identitas
klien (umur,jenis kelamin,pekerjaan,pendidikan)
b. Identitas
penanggung
2. Keluhan
utama dan riwayat keluhan utama (PQRST)
Adanya rasa nyeri :
lokasi,karakter,durasi dan hubungannya denagn urinasi serta factor-factor yang
memicu rasa nyeri dan yang meringankannya
3. Riwayat
infeksi traktus urinarius
a. Terapi
atau perawatan rumah sakit yang pernah dialami untuk menangani infeksi traktus
urinarius
b. Adanya
gejala panas atau menggigil
c. Sistoskopi
sebelumnya,riwayat penggunaan kateter urine dan hasil-hasil pemeriksaan
diagnostic renal atau urinarius
4. Gejala
kelainan urinasi
a. Disuria
(sakit dan sulit saat berkemih) kapan keluhan ini terjadi pada saat urinasi (
awal atau akhir urinasi )
b. Hesistancy
(keterlambatan yang abnormal atau kesulitan untuk memulai urinasi)
c. Mengejan
: nyeri selama atau sesudah urinasi dapat menunjukan adanya kompresi
uretra,neurogenik kandung kemih atau obstruksi saluran keluar
d. Inkontinensia
(pengeluaran urine diluar kehendak) : dapat terjadi akibat cidera pada sfingter
urinarius eksterna
5. Riwayat
salah satu berikut :
a. Hematuri
: perubahan warna atau volume urin dapat menunjukan adanya kanker traktus
urogenital,iritasi pada uretra,ataupun adanya trauma
b. Nokturia
: menunjukan penurunan kemampuan ginjal untuk memekatkan urine
c. Penyakit
pada usia anak-anak (nefrotik syndrome)
d. Kelainan
yang mempengaruhi fungsi ginjal (DM,hipertensi,trauma abdomen,cidera medulla
spinalis)
6. Pemeriksaan
fisik
a. TTV
b. Inspeksi
: adanya distensi kandung kemih
c. Palpasi
: adanya nyeri tekan pada kandung kemih
d. Perkusi
: pada daerah supra pubis apakah terdengar suara dullness
B.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Resiko
infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada traktus urinarius
2. Nyeri
yang berhubungan dengan distensi kandung kemih (retensio urine)
3. Kurang
pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses
penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.
4. Resti
gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi yang berhubungan dengan pasien mual dan
muntah
C.
RENCANA
KEPERAWATAN
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth aja. 2009. Buku Saku PATOFISIOLOGI .
Penerbit buku kedokteranEGC: Jakarta.
Doengos, Marilynn, E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Penerbit
bukukedokteran EGC: Jakarta.
Smeltzer, Suzanne.C dan Brenda G. bare. 2002. Keperawatan medical bedah .Penerbit buku kedokteran EGC: Jakarta
Somantri,
Iman. 2008. KMB: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Alsagaff,
Hood, 2006, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press,
Surabaya.
Pearce, Evelyn, 2006, Anatomi dan Fisiologi untuk Para Medis, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Pooter, Patricia, A., 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan,
Edisi 4, EGC, Jakarta.
Anonim1.Buku Ilmu Penyakit Dalam.Vol 3 Ed 4. Jakarta: EGC Misnadiarly.2008.
Penyakit Infeksi saluran napas. Jakarta: Pustaka Populer Obor
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar