BAB I
PENDAHULUAN
A.
PENDAHULUAN
Segala
puji bagi Allah semata. Shalawat dan salam atas seseorang yang tiada nabi
sesudahnya. Mengingat karena banyaknya para dukun pada
saat ini, mereka mengklaim sebagai tabib/ahli pengobatan alternatif dan
ternyata mereka mengobati lewat sihir atau perdukunan. Apalagi mereka tersebar
di beberapa wilayah dan berusaha untuk mengelabui orang-orang yang awam, maka
perlu untuk dijelaskan, yaitu bahaya besar yang mengancam Islam dan umat
Islam karena aktifitas tersebut berisi ketergantungan kepada selain Allah serta
menyelisihi perintah-Nya dan perintah Rasul-Nya.
Setiap
muslim boleh pergi ke dokter penyakit dalam, bedah, syaraf atau sejenisnya,
untuk memeriksakan penyakitnya dan mengobatinya dengan obat-obatan yang
dibolehkan yang sesuai dengan syariat, sepanjang yang diketahuinya dalam ilmu
kedokteran. Karena hal itu merupakan usaha yang wajar dan tidak menafikan
tawakal kepada Allah. Allah Subhanahu wa ta’ala menurunkan
penyakit dan menurunkan obat bersamanya, yang diketahui oleh orang yang
mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak mengetahuiya. Tetapi
Allah tidak menjadikan kesembuhan para hamba-Nya pada sesuatu yang diharamkan
atas mereka.
Orang
yang sakit tidak boleh pergi kepada dukun,
yang mengklaim mengetahui /perkara-perkara gaib atau paranormal, untuk mengetahui penyakitnya. Demikian pula tidak boleh
mempercayai apa yang mereka beritakan. Sebab, mereka berbicara tentang perkara
gaib dengan menerka-nerka atau mendatangkan jin untuk meminta bantuan kepadanya
terhadap apa yang mereka inginkan. Mereka ini dihukumi sebagai kafir dan sesat,
ketika mereka mengklaim mengetahui perkara gaib. Imam Muslim meriwayatkan
dalam Shahih-nya bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa mendatangi peramal lalu menanyakan kepadanya tentang
sesuatu, maka tidak diterima shalatnya selama 40 hari.”
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda “Barangsiapa mendatangi dukun lalu mempercayai apa yang
diucapkannya, maka ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad.”
(HR. Abu Daud)
Hadis
ini diriwayatkan juga oleh Ahlus Sunah yang empat dan dishahihkan al-hakim dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan redaksi: “Barangsiapa mendatangi peramal atau dukun lalu mempercayai apa
yang dikatakannya, maka ia telah kafir kepada apa yang diturunkan kepada
Muhammad.”
Dari
Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan
bahwa Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Bukan termasuk golongan kami orang yang mengaitkan kesialannya pada burung (atau benda lainnya), melakukan
perdukunan atau meminta didukuni, menyihir atau minta disihirkan untuknya. Dan
barangsiapa datang kepada dukun lalu mempercayai apa yang dikatakannya, maka ia
telah kafir kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR.
al-Bazzar dengan sanad yang baik).
Dalam
hadis-hadis tersebut berisi larangan mendatangi para peramal, dukun, penyihir, paranormal,
prana dan sejenisnya, bertanya dan mempercayai mereka, serta ancaman terhadap
hal itu. Kewajiban atas para penguasa, penegak hukum, dan selainnya dari
kalangan yang memiliki kemampuan dan kekuasaan, melarang orang-orang mendatangi
dukun, peramal dan sejenisnya, melarang menjajakan sesuatu pernik-pernik perdukunan
di pasar-pasar/media dan selainnya, melarang mereka dengan tegas, melarang
siapa saja yang datang kepada mereka.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
TINJAUAN
TEORI
Di dalam bahasa Arab “Dukun”
biasa disebut dengan istilah “Kahin” (tunggal) atau “Kuhan” (jamak). Syaikh
Al-Fauzan menerangkan bahwa perdukunan merupakan pengakuan mengetahui perkara
gaib seperti halnya memberitakan akan terjadinya sesuatu di muka bumi dengan
bersandar kepada sebab tertentu yaitu dengan mencuri berita dari langit; ketika
itu jin mencuri kabar dari ucapan malaikat lalu dia bisikkan ke telinga para
dukun, kemudian dia menambahkan padanya seratus kebohongan, sehingga
orang-orang pun menilai benar apa yang diucapkannya (Al-Isryad, hal.
115-116).
Adapun paranormal
biasa disebut dengan istilah ‘Arraf. al-Khaththabi dan sebagian ulama lain
mengatakan bahwa ‘Arraf adalah orang yang mengaku mengetahui ilmu di mana letak
barang curian atau barang yang hilang dan semacamnya (Syarah Nawawi,
7/335-336).
Sedangkan sebagian
ulama lain menyatakan bahwa istilah ‘Arraf sudah mencakup kahin/dukun dan para
tukang ramal/paranormal (Al-Qaul al-Mufid, 1/545)
Dukun dan paranormal,
bukan kejahatan baru. Mu’awiyah bin al-Hakam as-Sulami radhiyallahu’anhu
mengisahkan kepada Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, ada beberapa perkara yang dahulu biasa kami lakukan
di masa jahiliyah, [di antaranya] kami sering mendatangi dukun.” Maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Janganlah kalian mendatangi
dukun-dukun itu.” (HR. Muslim [537]).
Di dalam hadits ini
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas melarang kita mendatangi
dukun. Apabila beliau melarang umatnya melakukan sesuatu maka itu berarti
melanggarnya akan menimbulkan kerusakan dan bahaya bagi diri manusia.
Demikian juga
paranormal, menekuni profesi ini merupakan pekerjaan yang sangat tercela dan
kejahatan yang sangat besar menurut kacamata syari’at Islam. Karena dengan
mendatangi dan berkonsultasi kepada mereka menyebabkan ibadah sholat seorang
muslim menjadi tidak lagi diterima meskipun secara hukum sah dan tidak perlu
diulangi olehnya. Shafiyyah radhiyallahu’aha menuturkan dari sebagian istri
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda, “Barangsiapa yang mendatangi paranormal lalu menanyakan kepadanya
tentang sesuatu perkara maka sholatnya tidak akan diterima selama empat puluh
malam.” (HR. Muslim [2230]).
B.
TINJAUAN
SYAR’I
Tidak
boleh tertipu dengan kejujuran mereka di suatu perkara dan tidak pula peduli
dengan banyaknya orang yang datang kepada mereka, sebab orang-orang datang
tersebut juga tidak mengetahui hakikat perdukunan ini. Karena Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang
mendatangi dukun, bertanya kepada mereka dan mempercayai mereka, karena dalam
permasalahan ini berisikan kemungkaran yang besar, bahaya yang besar, akibat
yang buruk, dan karena mereka adalah pendusta lagi pembuat dosa.
Demikian
pula dalam hadis ini berisi dalil atas kekafiran dukun dan penyihir, karena
keduanya mengklaim mengetahui perkara gaib, dan itu adalah kekafiran; serta
karena keduanya mengklaim mengetahui perkara gaib, dan itu adalah kekafiran;
serta karena keduanya tidak sampai kepada tujuan keduanya melainkan dengan
bantuan jin dan mengabdi kepadanya, dan itu adalah kekafiran dan kesyirikan
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Demikian pula
orang yang mempercayai dakwaan mereka, sama dengan mereka.
Setiap
orang yang memperoleh perkara-perkara ini dari orang yang memberikannya, maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berlepas
diri darinya. Tidak boleh seorang muslim tunduk kepada apa yang mereka duga
sebagai penyembuhan, seperti huruf-huruf tak bermakna atau menimpakan timah dan
sejenisnya dari khurafat-khurafat yang mereka lakukan. Sebab, ini termasuk
perdukunan dan pengelabuan terhadap manusia. Siapa yang ridha dengan hal itu,
maka ia telah membantu mereka atas kebatilan dan kekafiran mereka.
Dengan
demikian pula tidak boleh bagi seorang muslim pergi kepada mereka untuk
bertanya kepada mereka tentang siapa yang akan dinikahi putranya atau
kerabatnya, atau apa yang bakal terjadi di antara suami-istri berikut
keluarganya berupa cinta, kesetiaan, permusuhan, perceraian dan sejenisnya.
Karena ini merupakan perkara gaib yang hanya diketahui oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sihir termasuk perkara yang
diharamkan yang membawa kepada kekafiran, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang dua malaikat dalam
surat al-Baqarah :
“Sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun
sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu
jangnalah kamu kafir”. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang
dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan
isterinya . Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya
kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu
yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi,
sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab
Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat
jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah: 102)
Ayat
suci ini menunjukkan bahwa sihir itu perbuatan kafir dan bahwa para penyihir
itu memisahkan antara seseorang dengan isterinya. Demikian pula ayat ini
menunjukkan bahwa sihir itu tidak memberikan manfaat dan mudharat dengan
sendirinya, melainkan sihir itu hanyalah berpengaruh dengan seizin Allah yang
bersifat kauni dan qadari (berdasarkan takdir Allah). Kaerna AllahSubhanahu wa Ta’ala-lah yang menciptakan kebaikan dan
keburukan. Mudharatnya sangat besar atas orang-orang yang melakukan kedustaan,
yang mewarisi ilmu-ilmu ini dari orang-orang musyrik dan memakainya di hadapan
orang-orang yang lemah akalnya. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Dan
cukuplah Allah bagi kita dan sebaik-baik Penolong.
Demikian
pula ayat ini menunjukkan bahwa orang-orang yang mempelajari sihir hanyalah
mempelajari apa yang membahayakan diri mereka dan tidak memberikan manfaat
kepada mereka, serta mereka juga tidak mendapatkan keberuntungan di sisi Allah.
Ini ancaman besar yang menunjukkan betapa mereka sangat merugi di dunia dan
akhirat. Mereka telah menjual diri mereka dengan harga yang paling murah.
Karenanya, Allah Subhanahu wa Ta’alamencela mereka
atas hal itu, dengan firman-Nya, “Dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual
dirinya sendiri dengan sihir, kalau mereka mengetahui.”
Kita
memohon kepada Allah afiat dan keselamatan dari kejahatan para penyihir, para
dukund an semua pesulap lainnya. Demikian pula kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar melindungi umat Islam
dari keburukan mereka, memberi taufik kepada para pemimpin umat Islam untuk
mengingatkan bahaya mereka serta melaksanakan hukum Allah terhadap mereka.
Sehingga para hamba terbebas dari kemudharatan mereka dan perbuatan mereka yang
busuk. Sesungguhnya Dia Maha Memberi lagi Maha Pemurah.
C.
SOLUSI
Allah
telah menyariatkan kepada para hamba-Nya apa yang dapat mereka jadikan tameng
dari keburukan sihir sebelum terlaksana, dan Dia menjelaskan kepada mereka apa
yang bisa menyembuhkannya setelah sihir tersebut terlaksana, sebagai rahmat
dari-Nya untuk mereka, karunia dari-Nya untuk mereka, dan menyempurnakan
nikmat-Nya atas mereka. Berikut ini adalah penjelasan tentang hal-hal yang
dapat dijadikan sebagai tameng dari keburukan sihir sebelum terlaksana dalam
hal-hal yang dapat menyembuhkannya setelah sihir itu terlaksana, yaitu hal-hal
yang diperbolehkan secara syar’i.
Adapun
yang dapat membentengi dari bahaya sihir sebelum terlaksana, maka yang terpenting
dan paling bermanfaat ialah membentengi diri dengan dzikir-dzikir syar’i,
doa-doa, dan ta’awwudzat ma’tsurah. Di antaranya adalah:
1. Membaca Ayat Kursi
Membaca Ayat Kursi seusai
shalat wajib, setelah dzikir-dzikir disyariatkan setelah salam, dan membacanya
ketika tidur. Ayat kursi adalah ayat teragung dalam Alquran, yaitu firman-Nya, “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang
Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya). tidak mengantuk dan
tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat
memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di
hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari
ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan
bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi
lagi Maha Besar.” (QS. Al-Baqarah: 255)
2. Membaca Surah Al-Ikhlas, Surah Al-Falaq, dan Surah Annas
Membaca Surah Al-Ikhlas, Surah Al-Falaq, dan Surah Annas seusai tiap-tiap
shalat wajib, dan membaca ketiga surah tersebut masing-masing tiga kali di awal
siang sesudah Shalat Shubuh dan pada awal malam setelah Shalat Maghrib.
3. Membaca dua ayat akhir Surah Al-Baqarah pada awal malam
Membaca dua ayat
akhir Surah Al-Baqarah pada awal malam, yaitu firman Allah Subhanahu wa ta’ala, “Rasul telah beriman kepada Al
Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang
beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya
dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan), ‘Kami tidak membeda-bedakan antara
seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya’, dan mereka mengatakan,
‘Kami dengar dan kami ta’at.’ (Mereka berdo’a), ‘Ampunilah kami ya Tuhan kami
dan kepada Engkaulah tempat kembali’.”
Shahih
dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa
beliau bersabda, “Barangsiapa membaca ayat Kursi pada suatu
malam, maka ia senantiasa ada yang menjaganya yang berasal dari Allah, dan ia
tidak didekati oleh setan hingga pagi hari.”
Shahih
pula dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa
beliau bersabda, “Barangsiapa membaca dua ayat dari akhir surah
al-Baqarah dalam suatu malam, maka itu mencukupinya.” Maknanya, wallahu a’lam, yakni menjaganya dari segala yang jahat.
4. Memperbanyak
ta’awwudz
Memperbanyak
ta’awwudz dengan kalimat-kalimat sempurna dari keburukan makhluk ciptaan-Nya
pada malam dan siang hari, dan ketika singgah di suatu tempat, dalam bangunan,
padang pasir, udara atau laut. Berdasarkan sabda Nabishallallahu
‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa singgah di suatu tempat
kemudian mengucapkan, “Aku berlindung kepada Allah dengan kalimat-kalimat Allah
yang sempurna dari keburukan makhluk ciptaannya, maka tidak ada sesuatu pun
yang membahayakannya hingga ia pergi dari persinggahannya itu.”
Setiap
muslim mengucapkan di awal siang dan di awal malam sebanyak tiga kali : “Dengan menyebut nama Allah yang dengan nama-Nya tidak ada sesuatu
pun, baik di bumi maupun di langit, yang membahayakan. Dan Dia Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui.”
Karena
shahihnya motivasi mengenai hal itu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bahwa hal itu
adalah sebab keselamatan dan segala keburukan.
Dzikir-dzikir
dan ta’awwudz ini merupakan faktor terbesar untuk membentengi sihir dan keburukan-keburukan lainnya, bagi siapa yang memeliharanya dengan kejujuran,
keimanan, keyakinan kepada Allah, bersandar kepadanya, dan lapang dada terhadap
esensi yang ditunjukkannya. Ia juga merupakan senjata terbesar untuk
menghilangkan sihri setelah terlaksana, disertai dengan memperbanyak merendah
kepada Allah dan memohon kepada-Nya agar menghilangkan kemudharatan serta
menghilangkan penderitaan.
5. Meruqyah
Di antara doa-doa
yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk
mengobati berbagai penyakit akibat sihir dan selainnya, dan beliau meruqyah para
sahabatnya dengannya, “Ya Allah, Tuhan manusia, hilangkanlah
penyakit, dan sembuhkanlah Engkau adalah Dzat Yang Menyembuhkan. Tiada
kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan
penderitaan.” Beliau membacanya tiga kali.
Dan di antara
ruqyah yang dengannya Jibril meruqyah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah
ucapannya, “Dengan menyebut nama Allah aku meruqyahmu dari segala sesuatu yang
mengganggumu dari keburukan setiap jiwa atau mata orang yang dengki.
Mudah-mudahan Allah menyembuhkanmu, dengan nama Allah aku meruqyahmu.”
Ulangi hal itu tiga kali.
Di
antara penyembuhan sihir setelah sihir itu terlaksana, yaitu penyembuhan yang
bermanfaat bagi seseorang ketika ia tidak mampu menyetubuhi isterinya, ialah
mengambil tujuh daun bidara yang masih hijau lalu menumbuknya dengan batu atau
sejenisnya dan meletakkannya di bejana serta menuangkan di atasnya air yang
cukup untuk mandi dan dibacakan di dalamnya ayat Kursi, Al-Kafirun, Al-Ikhlas,
Al-Falaq, An-Nas, ayat-ayat sihir yang terdapat dalam surah Al-A’raf yaitu
firman Allah, “Dan Kami wahyukan kepada Musa: ‘Lemparkanlah
tongkatmu!’. Maka sekonyong-konyong tongkat itu menelan apa yang mereka
sulapkan. Karena itu nyatalah yang benar dan batallah yang selalu mereka
kerjakan. Maka mereka kalah di tempat itu dan jadilah mereka orang-orang yang
hina.” (QS. Al-A’raf: 117-119)
Ayat-ayat dalam surah Yunus yaitu firman-Nya, “Fir’aun berkata (kepada pemuka kaumnya): ‘Datangkanlah kepadaku
semua ahli-ahli sihir yang pandai!’ Maka tatkala ahli-ahli sihir itu datang,
Musa berkata kepada mereka: ‘Lemparkanlah apa yang hendak kamu lemparkan.’ Maka
setelah mereka lemparkan, Musa berkata: ‘Apa yang kamu lakukan itu, itulah yang
sihir, sesungguhnya Allah akan menampakkan ketidak benarannya.’ Sesungguhnya
Allah tidak akan membiarkan terus berlangsungnya pekerjaan orang-yang membuat
kerusakan. Dan Allah akan mengokohkan yang benar dengan ketetapan-Nya, walaupun
orang-orang yang berbuat dosa tidak menyukai(nya).” (QS. Yunus:
79-82)
Ayat-ayat
yang terdapat dalam surat Thaahaa, “(Setelah mereka berkumpul)
mereka berkata: ‘Hai Musa (pilihlah), apakah kamu yang melemparkan (dahulu)
atau kamikah orang yang mula-mula melemparkan?’ Berkata Musa: ‘Silahkan kamu
sekalian melemparkan’. Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka,
terbayang kepada Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka. Maka
Musa merasa takut dalam hatinya. Kami berkata: ‘Janganlah kamu takut,
sesungguhnya kamulah yang paling unggul (menang)’. Dan lemparkanlah apa yang
ada ditangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat.
‘Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka).
Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang’.”
(QS. Thaahaa: 65-69)
Setelah
membaca apa yang telah disebutkan tadi dalam air, ia minum darinya sebanyak
tiga kali dan mandi dengan sisanya. Dengan hal itu, maka penyakit tersebut akan
lenyap insya Allah. Jika merasa perlu untuk mempergunakannya dua kali atau
lebih, maka tidak mengapa hingga penyakit tersebut lenyap. Di antara
penyembuhan sihir juga, dan itu penyembuhan yang paling bermanfaat, ialah
mengerahkan upaya untuk mengetahui tempat sihir itu; di tanah, gunung atau
selainnya. Jika telah diketahui, dikeluarkan dan dihancurkan, maka sihir itu
menjadi batal. Inilah yang bisa dijelaskan dari hal-hal yang bisa membentengi
sihir dan menyembuhkannya. Dan Allah-lah Yang Memberikan taufik.
Adapun
menyembuhkan sihir dengan amalan penyihir, yaitu mendekatkan diri kepada jin
dengan penyembelihan atau pengabdian-pengabdian selainnya, maka ini tidak
boleh. Karena ini merupakan perbuatan sihir, bahkan merupakan syirik besar.
Yang wajib ialah waspada terhadap hal itu. Demikian pula tidak boleh
mengobatinya dengan bertanya kepada para dukun, peramal dan pesulap serta
mempercayain apa yang mereka ucapkan. Karena mereka tidak beriman dan karena
mereka pendusta lagi suka melakukan dosa, yang mengklaim mengetahui perkara
gaib dan mengelabui manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamtelah
memperingatkan supaya tidak mendatangi, bertanya dan memperdayai mereka,
sebagaimana telahd ijelaskan di awal risalah ini
Shahih
dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa
beliau ditanya tentang nusyrah, maka beliau bersabda, “Itu termasuk perbuatan setan.” (HR. Imam Ahmad dan Abu Daud dengan
sanad yang baik). Nusyrah adalah mengatasi sihir dari orang yang disihir. Yang
dimaksudkan beliau dengan sabdanya ini ialah nusyrah yang dilakukan masyarakat
Jahiliyah, yaitu bertanya kepada penyihir untuk mengatasi sihir atau
mengatasinya dengan sihir yang sama dari penyihir yang lain.
Adapun
mengatasi sihir dengan ruqyah, muta’awwidzat yang disyariatkan dan doa-doa yang
diperbolehkan, maka tidak mengapa dengan hal itu, sebagaimana telah disinggung.
Allamah Ibnul Qayyim telah menashkan hal itu, dan Abdurrahman bin Hasan dalam
Fath al-Masjid. Dan ahli ilmu selainnya juga telah menashkan hal yang sama.
Allah-lah
yang dimohon agar memberi taufik kepada umat Islam agar selamat dari segala
keburukan, memelihara agama mereka, memberikan kepada mereka pemahaman dalam
agama dan selamat dari segala yang menyelisihi syariatnya. Semoga shalawat dan
salam senantiasa Allah limpahkan atas hamba dan Rasul-Nya, Muhammad,
keluarganya dan para sahabatnya.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Setiap
muslim boleh pergi ke dokter penyakit dalam, bedah, syaraf atau sejenisnya,
untuk memeriksakan penyakitnya dan mengobatinya dengan obat-obatan yang
dibolehkan yang sesuai dengan syariat, sepanjang yang diketahuinya dalam ilmu
kedokteran. Karena hal itu merupakan usaha yang wajar dan tidak menafikan
tawakal kepada Allah. Allah Subhanahu wa ta’ala menurunkan
penyakit dan menurunkan obat bersamanya, yang diketahui oleh orang yang
mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak mengetahuiya. Tetapi
Allah tidak menjadikan kesembuhan para hamba-Nya pada sesuatu yang diharamkan
atas mereka.
Orang yang
sakit tidak boleh pergi kepada dukun,
yang mengklaim mengetahui /perkara-perkara gaib atau paranormal, untuk mengetahui penyakitnya. Demikian pula tidak boleh
mempercayai apa yang mereka beritakan. Sebab, mereka berbicara tentang perkara
gaib dengan menerka-nerka atau mendatangkan jin untuk meminta bantuan kepadanya
terhadap apa yang mereka inginkan. Mereka ini dihukumi sebagai kafir dan sesat,
ketika mereka mengklaim mengetahui perkara gaib. Imam Muslim meriwayatkan
dalam Shahih-nya bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa mendatangi peramal lalu menanyakan kepadanya tentang
sesuatu, maka tidak diterima shalatnya selama 40 hari.”
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda “Barangsiapa mendatangi dukun lalu mempercayai apa yang
diucapkannya, maka ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad.”
(HR. Abu Daud)
B.
SARAN
- Sebagai seorang
muslim/muslimah kita harus mengetahui segala sesuatu yang kita lakukan lebih
utama harus mengetahui hukum syar’i dari sesuatu tersebut, sehingga kita tidak
terjerumus ke dalam kesalahan, kesesatan dan menyesatkan.
- Setiap segala
penyakit datangnya hanyalah dari Allah Subhanau wata’ala, maka dari itu
bersabarlah atas apa yang sedang menimpa kita, karena hakikatnya itu sebagai
ujian dan penghapusan dosa kita yang telah lalu.
DAFTAR
PUSTAKA
Majmu
Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, Ibnu Baz, jilid 3, hal. 274-281
Fatwa-Fatwa
Terkini Jilid 3, Darul Haq Cetakan IV
0 komentar:
Posting Komentar