Pendapat umum mengatakan bahwa pria dan wanita menanggapi stres secara berbeda. Wanita pada umumnya lebih tahan stres. Ketika menghadapi tekanan pekerjaan yang berat, problem rumah tangga yang kompleks, dan masalah-masalah lain yang menyita pikiran dan mengaduk emosi, wanita lebih bisa tetap berpikir secara jernih. Stres kronis lebih jarang pada wanita dibandingkan pada pria.
Selasa, 07 Oktober 2014
Posted by Unknown
No comments | 16.53
Pendapat umum mengatakan bahwa pria dan wanita menanggapi stres secara berbeda. Wanita pada umumnya lebih tahan stres. Ketika menghadapi tekanan pekerjaan yang berat, problem rumah tangga yang kompleks, dan masalah-masalah lain yang menyita pikiran dan mengaduk emosi, wanita lebih bisa tetap berpikir secara jernih. Stres kronis lebih jarang pada wanita dibandingkan pada pria.
Mengapa begitu?
Jawabannya
ada pada hormon seks perempuan, estrogen, yang ternyata melindungi otak mereka
terhadap stres, menurut temuan para peneliti AS. “Ini bahkan bisa menjadi
alasan lain mengapa wanita hidup lebih lama daripada pria,” kata kepala
penelitian Profesor Zhen Yan dari Universitas Buffalo.
Tikus yang Stres
Dalam
percobaan mereka, tim peneliti menyelidiki mekanisme molekul yang terkait
dengan stres terhadap fungsi otak. Untuk
itu mereka secara fisik mengurung tikus-tikus muda jantan dan betina dalam
kandang-kandang silinder kecil dua jam sehari selama satu minggu. Tindakan ini
dimaksudkan untuk membuat stres tikus-tikus tersebut.
Untuk
menguji memori jangka pendek hewan itu, para peneliti menempatkan ke dalam
kandang sepasang benda yang identik, diikuti oleh pasangan benda kedua satu jam
kemudian. Tikus-tikus dengan penasaran menyelidiki benda yang tidak diketahui
itu secara seksama. Tiga jam kemudian, mereka menyajikan tikus-tikus itu dengan
satu benda dari setiap pasangan. Tikus yang menghabiskan lebih banyak waktu
memeriksa benda dari pasangan pertama menunjukkan bahwa hewan itu mengingatnya
dari empat jam sebelumnya. Tikus yang lebih menyukai benda dari pasangan kedua
yang lebih baru menunjukkan dia memiliki gangguan memori jangka pendek.
Melemahnya Memori
Para
peneliti menguji memori hewan-hewan itu sebelum dan setelah paparan stres. Pada
tikus jantan, baik sebelum maupun setelah seminggu paparan stres, kinerja
memorinya sangat berbeda dibandingkan pada tikus betina. Kinerja memori tikus
jantan memburuk di bawah stres, terutama memori jangka pendeknya.
Tikus-tikus
jantan memeriksa benda yang telah mereka kenali seolah-olah belum pernah
melihat sebelumnya. Yan menyebut bahwa stres pada tikus jantan menurunkan kadar
neurotransmitter reseptor glutamat di bagian otak yang disebut korteks
prefrontal, wilayah yang mengontrol perhatian, emosi, pengambilan keputusan dan
kinerja memori.
Kelompok
Yan menemukan bahwa tikus betina muda juga stres oleh seminggu pengekangan
fisik, namun hal itu tidak menyebabkan penurunan kemampuan mereka untuk
mengingat dan mengenali benda yang telah mereka lihat beberapa jam sebelumnya.
Percobaan ini menemukan bahwa meskipun stres, tikus betina memiliki kadar
reseptor glutamat yang sama di daerah korteks prefrontal seperti sebelum penelitian.
Data ini mendukung hipotesis bahwa reseptor glutamat berperan penting dalam
respon terhadap stres.
Estrogen sebagai pelindung
Rupanya,
estrogen mencegah efek negatif stres pada reseptor tersebut. Tikus jantan yang
diberi estrogen sintetis (estradiol) oleh peneliti bereaksi terhadap stres
dengan cara yang sama dengan tikus betina. Sebaliknya, ketika peneliti
memblokir efek estrogen pada tikus betina, kinerja memorinya melemah seperti
tikus jantan.
Yan
mengakui bahwa hasil kelompoknya memang baru berdasarkan pada studi tikus.
Namun, temuan ini dapat relevan pada manusia karena banyak fungsi seluler yang
sama di antara kedua spesies. “Kami percaya bahwa mekanisme ini juga terjadi
pada manusia,” katanya.
Hal
ini terutama berlaku pada efek estrogen sebagai peredam stres di otak, yang
menguntungkan wanita. Jika perlindungan ini terganggu – misalnya, dengan
penurunan produksinya selama menopause atau setelah melahirkan karena gejolak
hormon – maka akan meningkatkan risiko depresi Penambahan estrogen dapat
membantu untuk menstabilkan kinerja saraf.
Namun,
estrogen dapat memiliki efek yang tidak diinginkan. Pada pria, kelebihan
estrogen bisa menyebabkan feminisasi. Mungkin bermanfaat untuk menemukan obat
yang memiliki efek serupa dengan estrogen di dalam otak tanpa menimbulkan efek
sampingnya. “Ini bisa menjadi terapi yang sangat efektif untuk masalah terkait
stres pada pria,” kata para peneliti.
———————–
Sumber:
Zhen Yan: Estrogen protects against the detrimental effects of repeated stress
on glutamatergic transmission and cognition. Molecular Psychiatry, Molecular
Psychiatry, (9 July 2013)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar