Jumat, 04 April 2014
Posted by Unknown
No comments | 07.30
Orang
bilang bahwa kecantikan itu hanya sebatas kulit. Salah. Kecantikan ternyata
menunjukkan sesuatu yang lebih mendasar. Studi dari Finlandia menunjukkan bahwa
kecantikan merefleksikan kesehatan tubuh secara umum.
Pria
dan wanita berbeda
Studi
internasional yang dipimpin oleh ahli biologi evolusi Finlandia Markus Rantala
dari Turku University ini menunjukkan bahwa wajah memancarkan sinyal yang
berbeda pada pria dan wanita.
Pada
penelitian sebelumnya, Rantala dkk menemukan bahwa daya tarik wajah pria
berhubungan dengan seberapa kuat sistem kekebalan tubuh mereka. Ketika para
peneliti meminta wanita untuk menilai pas foto pria, mereka menemukan bahwa
semakin menarik pria dalam pandangan wanita, semakin kuat respon imun pria
untuk vaksin terhadap hepatitis B. Hal ini sejalan dengan penelitian lainnya
yang menunjukkan bahwa gen imun yang dikenal sebagai MHC lebih memberikan
perlindungan pada pria yang wajahnya dinilai menarik oleh wanita.
Penelitian
lain telah menunjukkan bahwa fitur yang dianggap maskulin seperti rahang
menonjol, alis tebal dan kumis atau jenggot lebat dikendalikan oleh testosteron
(hormon seks laki-laki). Karena kadar testosteron tinggi berhubungan dengan
sistem kekebalan tubuh yang lebih baik pada pria, maka pria maskulin tampaknya
memang lebih sehat. Ini adalah versi manusia dari apa yang disebut sebagai
prinsip handicap yang dikenalkan oleh ahli biologi Amots dan Avishag Zahavi
pada tahun 1975 untuk menjelaskan fenomena seperti ekor merak jantan yang
besar. Dengan kata lain, daya tarik wajah pria secara evolusioner terkait
dengan sistem kekebalan tubuh.
Pada
wanita, ternyata kecantikan terkait dengan hal yang berbeda. Dalam penelitian
ini Rantala mengulangi percobaan dengan vaksin hepatitis B pada wanita. Mereka
memilih vaksin hepatitis B karena hepatitis B adalah salah satu virus yang
paling umum, sehingga secara ekologis dan evolusioner relevan dengan sistem
kekebalan tubuh untuk menanggapinya.
Karena
sebagian besar orang Finlandia telah divaksinasi terhadap hepatitis B, para
peneliti melakukan studi mereka di Universitas Daugavpils di Latvia, di mana
vaksin itu kurang umum. Alasan lain adalah bahwa di Latvia para mahasiswi lebih
sedikit menggunakan pil KB, yang dapat mengubah keseimbangan hormon dan
memengaruhi penampilan penggunanya, misalnya dalam bentuk jerawat.
Penelitian
ini melibatkan 52 mahasiswi yang diambil pas fotonya. Delapan belas mahasiswa
heteroseksual kemudian menilai foto mereka pada skala dari -5 (sangat tidak
menarik) sampai +5 (sangat menarik). Ternyata, pada wanita para peneliti tidak
menemukan korelasi antara kecantikan dengan derajat respon kekebalan tubuh
mereka. Sebaliknya, mereka menemukan korelasi antara kecantikan dengan kadar
hormon stres dan persentase lemak di wajah. Semakin tinggi kadar hormon stres,
semakin kurang menarik wajah perempuan.
“Ini
sebenarnya cukup logis, karena kita tahu bahwa hormon stres menghambat hormon
seks wanita, dan jika tingkat stres sangat tinggi maka dapat membuat wanita
tidak subur,” kata Rantala.
Dengan
kata lain, kecantikan wajah seorang wanita bisa membantu pria menemukan wanita
yang kurang terpengaruh stres, dan karena ada korelasi yang kuat antara stres
dan kesuburan, sinyal stres yang tercermin di wajah secara evolutif menentukan
derajat kecantikan.
Tidak
kurus dan tidak gemuk
Studi
ini menunjukkan bahwa jika wanita ingin terlihat menarik, dia harus mencoba
untuk menjaga berat badannya normal. Terlalu banyak atau terlalu sedikit lemak
di jaringan wajah dinilai tidak menarik oleh pria dalam studi itu.
Para
peneliti percaya bahwa hal ini mungkin memberikan sinyal kesehatan yang lebih
umum yaitu bahwa terlalu kurus dan terlalu gemuk tidak sehat. Berat badan juga
berkaitan dengan kesuburan. Wanita yang terlalu kurus atau terlalu gemuk
biasanya kurang subur dibandingkan dengan mereka yang memiliki berat badan
normal .
Jadi
ini bisa menunjukkan bahwa laki-laki memilih pasangan mereka berdasarkan
kesehatan dan kesuburan, sementara wanita memilih pasangan mereka sebagian
didasarkan pada risiko jangka pendek, yaitu potensi menginfeksi dirinya dengan
penyakit, dan sebagian didasarkan pada apakah dia akan dapat memberikan
keturunan dengan sistem kekebalan yang kuat.
Para
peneliti menyadari bahwa kecantikan memang tidak terbatas pada fitur wajah yang
disebutkan dalam penelitian ini. Faktor-faktor lain seperti usia, proporsi dan
simetri tubuh, dan bau badan dapat turut berperan. “Tapi wajah merupakan salah
satu faktor yang paling penting– lebih penting daripada misalnya bentuk tubuh,”
kata Rantala.
Nah,
bila Anda ingin terlihat cantik, turunkanlah tingkat stres dan jagalah berat
badan!
_______________________________
Referensi
:
”Facial
attractiveness is related to women’s cortisol and body fat, but not with immune
responsiveness”, Biology Letters (2013), DOI: 10.1098
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar